Aku melangkah gontai menuju lorong sekolah. Sepi, gelap, dan berdebu. Aku
menggunakan senter sebagai petunjuk jalan. Aku berjalan bersama Lindsay dan
Putri.
Lindsay takut, “Keysa, memangnya kamu betah apa, di sini? Aku
sudah gatal-gatal nih!” ucap Lindsay.
Putri menegur Lindsay. “Udahlah! Kalau enggak mau, kamu keluar
sendiri, ya! Cuma, enggak ada penerangan jalan!” kata Putri. Sepertinya, ia
betah sekali di sini.
“I … iya … siiiih! Cuma, aku takut, Put! Coba di sini ada
penyusup!” balas Lindsay. Aku pusing tujuh keliling.
“Hmmm …. Udah yuk! Udah mau Ashar!” kataku. Lindsay hanya
ketakutan. Tiba-tiba, Lindsay takut
melihat orang memakai rok dan senter.
“Hai, Teman-Teman!” sapa anak itu. Ternyata, anak itu adalah
Qonita dan sahabatnya, Love.
“Qonita, Love! Ada apa?” tanya Lindsay. “Nih, ada kertas! Baca
yuk. Kita naik lift aja biar cepat,” ajak Love. Kami mengangguk.
Kami menaiki lift sekitar satu jam. Setelah sampai di atas, aku membaca kertas
itu.