“K
|
AKAK! Ini
soalnya bagaimana? Ugh! Aku malas sekolah! Malas! Malas! Malaaas!!! Aku benci
Bu Niva!” keluh Icha. Fathiyannisa Adisa Astanti, itulah nama lengkap Icha.
Icha benci sekali sekolah dan satu lagi … Bu Niva! Bu Niva adalah guru kelas
Icha.
“Hadooow … males, ah, ngajarin kamu!
Belajar sendiri saja! Dasar anak pemalas!” kata Kak Ficha, kakak Icha.
Icha mencibir. “HUH! Awas, ya! Aku
bilangin Mama! Ingat itu!” ancam Icha. Icha menghampiri mama yang sedang ber-facebook-an
ria.
“Haaa! Mama lagi ngapain?” Icha
menepuk bahu mama.
Mama
tak menjawab. Icha mengernyitkan dahi.
“B
|
aik,
Anak-Anak! Membuat maket dari kardus-kardus yang sudah tak terpakai. Tetapi,
masih bagus, ya! Terima kasih,” Bu Siska, mengakhiri pelajaran SBK (Seni
Kebudayaan dan Keterampilan).
“HEH!
Yang benar saja kamu, Bu Guru Jelek! Aku tak akan bisa membuatnya!” kata Icha
hampir berteriak.
“Baik,
sampai jumpa,” kata Bu Siska. Beliau beranjak pergi dari kelas.
“Huh!
Bu Guru bego, ah!” keluh Icha. Julia yang mendengarnya, langsung terbelalak.
“KAMU
YANG BENER AJA, CHA!” teriak Julia. Icha memalingkan muka dan mencibir kearah
Julia.
***
“H
|
uh!
Akhirnya sampai juga!” kata Icha. Dia mengeluh. Siang itu, cukup panas.
Pantaslah! Icha tinggal di dataran rendah!
“Icha!
Icha! Icha!” panggil seseorang dari luar. Mungkin, Alexia. Icha girang bukan
main. Naaah! Itu mungkin Alexia! Pasti,
dia mau membantu aku! Aaah … senangnyaaaa! Icha memekik dalam hati.
CEKLEK! Icha
membukakan pintu. “Apa, Alexia? Mau membantuku? Aaah … very-very thank you, Alexia!” kata Icha berharap.
Alexia
mengernyitkan dahi. “Bukaaan! Aku meminta, kamu membuat satu maket! Dan itu
pula harus selesai … MALAM INI! Kamu mengerti?” kata Alexia.
APA?! Kukira, Alexia, akan membantuku! Icha menggerutu dalam hati.
Icha menggeleng. “Enggak mau, ah!” tolaknya.
“ICHA!
Ini tugas untuk tempat les kita,” kata Alexia tak mau kalah. Icha dan Alexia
memang les ditempat yang sama.
“Okelah!
Nanti, aku coba, deh,”
Alexia
langsung beranjak pulang. Icha sangat lega.
***
S
|
ampai
sekarang, jangka waktu untuk mengumpulkan prakaryanya sudah sangat dekat.
Yakni, besok. Icha gelisah. Duh … mau
apa, nih? Gila bener, tuh, waktu! Icha menggerutu dalam hati.
“Aaah …
aku punya ide!” seru Icha. Apakah idenya itu? Jangan dicontoh ya, teman! Lihat
ide Icha dibawah ini!
Caranya
cukup nekat! Dia membeli maket yang sudah jadi! Icha pergi ke Kyana’s Shop.
Disana, dia membeli maket dua buah. Satu rumah-rumahan yang indah, dan satu
lagi berbentuk istana dengan taman. Icha segera membayarnya. Waaaah! Gawat!
Laila, teman Icha, kesini. Laila membeli spidol, kertas krep, dan kertas
origami, serta lem kertas dan lem perekat. Waaah!
Gawat! Kalau Laila bisa tahu, gawat lagi! pikir Icha. Icha membalikan
badan, lalu, Laila ingin mendekatinya. Namun, Laila tahu, itu bukanlah Icha. Laila
mengurungkan niatnya dan segera membayar.
Akhirnya,
Laila pergi dari Kyana’s Shop. Laila sempat melihat apa yang dibeli Icha.
“Eh …
tuh anak, mau ngapain?” tanya Laila. Icha segera membayarnya karena antrean
sudah kosong. Lainnya, masih memilih-milih.
***
H
|
ari
ini, tepatnya Sabtu, sudah tiba. Icha mengumpulkan maketnya dan percaya dia
akan mendapat nilai bagus. Laila mulai curiga. Hmmm … bukankah itu … maket yang dibeli Icha kemarin? Laila curiga.
“Hei
Icha! Kamu membeli maket dari Kyana’s Shop?” tanya Laila bak seorang detektif.
“E …
enggak, tuh! Aku buat sendiri, kok! Aku membelinya karena untuk contohnya!
Karena, rancangannya enggak banget! Begitu!” dusta Icha. Laila tersenyum lebar.
“Oooh
…,” kata Laila. Icha membalikan badan, lalu tersenyum sinis kearah Laila. Laila
jadi bingung.
“Kenapa
anak itu, ya?” tanya Laila. Icha menggelengkan kepala. “Enggak ada apa-apa!”
kata Icha.
***
“A
|
nak-Anak,
semuanya sudah mengumpulkaaan?” tanya Bu Siska semangat. Ya! Semangat
sekaliii!!!
“Sudah,
Buuuu!” jawab semuanya. Bu Siska tersenyum. Lalu, menilai satu per satu maket
yang dibuat oleh murid-muridnya.
Icha
lega sekali. Huh! Akhirnya, otakku
berpikir cepat! Siapa, dulu, Icha gitu, loh! Icha memuji dirinya sendiri.
“Waaaw!
Bagus sekali Laila,” puji Bu Siska. Bu Siska memberi angka 95 dibuku daftar
murid. Laila tersenyum senang. Sampai akhirnya, nama Fathiyannisa Adisa Astanti
tiba.
“Bagus
sekali, Icha!” kata Bu Siska sambil menuliskan angka 98. Namun, Bu Siska
berhenti menuliskan nilai dan menatap Icha.
“Hmm …
Icha, apakah kamu … membelinya di Kyana’s Shop?” tanya Bu Siska. Semua anak
berhenti melakukan aktivitas masing-masing.
“Eng …
enggak, Bu! Sa … saya … membuat sendiri!” jawab Icha terbata. Keringat dingin
membasahi seluruh badan Icha.
“Siapa
yang menyaksikan, bahwa tadi malam, Icha ke Kyana’s Shop?” tanya Bu Siska
tegas. Icha hanya diam kaku.
Tak ada
yang menjawab kecuali Laila. Dia mengangkat tangan. “Saya, Buuu!!!” teriak
Laila. Icha menggeram. Huh! Dasar Laila,
si Tungkang Melapor! Icha menggerutu dalam hati.
“Ceritakanlah,
bagaimana kejadiannya!” kata Bu Siska.
“Baik,
Bu,” kata Laila. “Sa … saya waktu itu membeli spidol, kertas krep, kertas
origami, lem kertas, dan lem perekat untuk apa saja. Saya melihat, baju warna
kuning dengan gambar Barbie. Itu, baju pemberian saya kepada Icha. Lalu, tanpa
disadari, saya melihat Icha memegang dua maket. Satunya yang itu dan satunya
rumah-rumahan indah. Saya sudah tahu, sebenarnya, itu Icha. Tapi, saya
berpura-pura tidak tahu. Saya langsung membayar barang-barangnya dan hendak
keluar. Saya bersembunyi dibalik toko. Dan ternyata benar, Icha yas-yes
sendiri. Sambil mengatakan, “Hah! Untung, otakku berputar cepat! Pasti, Bu
Siska akan kagum melihat prakaryaku dengan maket yang aku beli ini!”. Sesudah
itu, Icha pulang dan saya pun juga pulang,” cerita Laila.
“Baiklah!
Ceritamu akan dipercayai Ibu! Ternyata, Icha sudah berbohong murid-murid.
Sebagai hukumannya, mau apa?” tanya Bu Siska.
“Suruh
bikin apa saja, pokoknya, jumlahnya tiga, Buu!!!” teriak Ayu.
“Okelah!
Icha, silakan pulang dan bawa tas kamu! SEKARANG!” suruh Bu Siska. Bu Siska
juga melempar maket milik Icha. “Dan ini, Ibu tidak akan menerima lagi maket sampah
ini!” kata Bu Siska.
Icha
mengambil tasnya dan mengambil maket yang terjatuh dilantai. Icha berlari
keluar. Icha menangis. “Hikshikshiks! Bu Siska jahat! BU SISKA JAHAAAT!
Hikshikshiks …” Icha menangis.
***
“F
|
athiyannisa
Adisa Astanti! Kenapa masih ada label harga di maketmu ini???” tanya Kak
Avrila, guru ditempat les.
“Bu …
bukan apa-apa, Kak! I … tu hanya menempel sendiri! Saya yang menempelkannya!”
kata Icha.
“Icha
bohong, Kak! Icha membelinya di Kyana’s Shop!” kata Laila. Dia menunjukan foto
Icha yang ada di HP Laila. Kak Avrila terkaget.
“Fathiyannisa
Adisa Astanti! Sekarang, KELUAR dari gedung les, dan pulang kerumah! Kakak
tidak mau, kamu ada disini lagi sekarang,” kata Kak Avrila.
Icha
melangkah gontai menuju keluar. Dia menangis enggak keruan. “HIKSHIKSHIKS!
HUAAA!!!” tangis Icha. Kelody, salah seorang temannya, merasa kasihan.
***
I
|
cha
duduk termenung dimeja belajar. Mamanya, keluar dari kamarnya dan kekamar Icha.
“Icha
ada masalah?!” tanya mama. Icha menggeleng. “Tidak, Ma,” Icha tersenyum
meskipun dalam kesedihan. Sediiih sekali rasanya dibentak-bentak.
“Ya
sudah! Mama tinggal dulu, ya,” kata mama.
“Silakan,
Ma!”
Mama
keluar dari kamar Icha.
***
T
|
OK!
TOK! TOK! Suara pintu diketuk. Icha baru bangun dari tidur malamnya. “Hoaaam …
siapa, sih?” tanya Icha.
“Hoaam!
Ada apa, kalian?” tanya Icha.
“I …
ini!” Laila dan Kelody memberikan maket. Mata Icha terbelalak. Dia terharu.
“Makasih, Teman!” Satu maket untuk sekolah dan satunya lagi untuk les.
Saat
disekolah dan ditempat les, Icha mengumpulkan maket itu. Icha ternyata dapat
nilai tertinggi! Senangnya Icha!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar