Home About Instagram Stuffs Wordpress Facebook

Jumat, 23 Agustus 2013

Ingin Menjadi Pintar? Kenapa Bohong?


“K
AKAK! Ini soalnya bagaimana? Ugh! Aku malas sekolah! Malas! Malas! Malaaas!!! Aku benci Bu Niva!” keluh Icha. Fathiyannisa Adisa Astanti, itulah nama lengkap Icha. Icha benci sekali sekolah dan satu lagi … Bu Niva! Bu Niva adalah guru kelas Icha.
          “Hadooow … males, ah, ngajarin kamu! Belajar sendiri saja! Dasar anak pemalas!” kata Kak Ficha, kakak Icha.
          Icha mencibir. “HUH! Awas, ya! Aku bilangin Mama! Ingat itu!” ancam Icha. Icha menghampiri mama yang sedang ber-facebook-an ria.
          “Haaa! Mama lagi ngapain?” Icha menepuk bahu mama.
Mama tak menjawab. Icha mengernyitkan dahi.

***
“B
aik, Anak-Anak! Membuat maket dari kardus-kardus yang sudah tak terpakai. Tetapi, masih bagus, ya! Terima kasih,” Bu Siska, mengakhiri pelajaran SBK (Seni Kebudayaan dan Keterampilan).
“HEH! Yang benar saja kamu, Bu Guru Jelek! Aku tak akan bisa membuatnya!” kata Icha hampir berteriak.
“Baik, sampai jumpa,” kata Bu Siska. Beliau beranjak pergi dari kelas.
“Huh! Bu Guru bego, ah!” keluh Icha. Julia yang mendengarnya, langsung terbelalak.
“KAMU YANG BENER AJA, CHA!” teriak Julia. Icha memalingkan muka dan mencibir kearah Julia.
***
“H
uh! Akhirnya sampai juga!” kata Icha. Dia mengeluh. Siang itu, cukup panas. Pantaslah! Icha tinggal di dataran rendah!
“Icha! Icha! Icha!” panggil seseorang dari luar. Mungkin, Alexia. Icha girang bukan main. Naaah! Itu mungkin Alexia! Pasti, dia mau membantu aku! Aaah … senangnyaaaa! Icha memekik dalam hati.
CEKLEK! Icha membukakan pintu. “Apa, Alexia? Mau membantuku? Aaah … very-very thank you, Alexia!” kata Icha berharap.
Alexia mengernyitkan dahi. “Bukaaan! Aku meminta, kamu membuat satu maket! Dan itu pula harus selesai … MALAM INI! Kamu mengerti?” kata Alexia.
APA?! Kukira, Alexia, akan membantuku! Icha menggerutu dalam hati.  Icha menggeleng. “Enggak mau, ah!” tolaknya.
“ICHA! Ini tugas untuk tempat les kita,” kata Alexia tak mau kalah. Icha dan Alexia memang les ditempat yang sama.
“Okelah! Nanti, aku coba, deh,”
Alexia langsung beranjak pulang. Icha sangat lega.
***
S
ampai sekarang, jangka waktu untuk mengumpulkan prakaryanya sudah sangat dekat. Yakni, besok. Icha gelisah. Duh … mau apa, nih? Gila bener, tuh, waktu! Icha menggerutu dalam hati.
“Aaah … aku punya ide!” seru Icha. Apakah idenya itu? Jangan dicontoh ya, teman! Lihat ide Icha dibawah ini!
Caranya cukup nekat! Dia membeli maket yang sudah jadi! Icha pergi ke Kyana’s Shop. Disana, dia membeli maket dua buah. Satu rumah-rumahan yang indah, dan satu lagi berbentuk istana dengan taman. Icha segera membayarnya. Waaaah! Gawat! Laila, teman Icha, kesini. Laila membeli spidol, kertas krep, dan kertas origami, serta lem kertas dan lem perekat. Waaah! Gawat! Kalau Laila bisa tahu, gawat lagi! pikir Icha. Icha membalikan badan, lalu, Laila ingin mendekatinya. Namun, Laila tahu, itu bukanlah Icha. Laila mengurungkan niatnya dan segera membayar.
Akhirnya, Laila pergi dari Kyana’s Shop. Laila sempat melihat apa yang dibeli Icha.
“Eh … tuh anak, mau ngapain?” tanya Laila. Icha segera membayarnya karena antrean sudah kosong. Lainnya, masih memilih-milih.
***
H
ari ini, tepatnya Sabtu, sudah tiba. Icha mengumpulkan maketnya dan percaya dia akan mendapat nilai bagus. Laila mulai curiga. Hmmm … bukankah itu … maket yang dibeli Icha kemarin? Laila curiga.
“Hei Icha! Kamu membeli maket dari Kyana’s Shop?” tanya Laila bak seorang detektif.
“E … enggak, tuh! Aku buat sendiri, kok! Aku membelinya karena untuk contohnya! Karena, rancangannya enggak banget! Begitu!” dusta Icha. Laila tersenyum lebar.
“Oooh …,” kata Laila. Icha membalikan badan, lalu tersenyum sinis kearah Laila. Laila jadi bingung.
“Kenapa anak itu, ya?” tanya Laila. Icha menggelengkan kepala. “Enggak ada apa-apa!” kata Icha.
***
“A
nak-Anak, semuanya sudah mengumpulkaaan?” tanya Bu Siska semangat. Ya! Semangat sekaliii!!!

“Sudah, Buuuu!” jawab semuanya. Bu Siska tersenyum. Lalu, menilai satu per satu maket yang dibuat oleh murid-muridnya.
Icha lega sekali. Huh! Akhirnya, otakku berpikir cepat! Siapa, dulu, Icha gitu, loh! Icha memuji dirinya sendiri.
“Waaaw! Bagus sekali Laila,” puji Bu Siska. Bu Siska memberi angka 95 dibuku daftar murid. Laila tersenyum senang. Sampai akhirnya, nama Fathiyannisa Adisa Astanti tiba.
“Bagus sekali, Icha!” kata Bu Siska sambil menuliskan angka 98. Namun, Bu Siska berhenti menuliskan nilai dan menatap Icha.
“Hmm … Icha, apakah kamu … membelinya di Kyana’s Shop?” tanya Bu Siska. Semua anak berhenti melakukan aktivitas masing-masing.
“Eng … enggak, Bu! Sa … saya … membuat sendiri!” jawab Icha terbata. Keringat dingin membasahi seluruh badan Icha.
“Siapa yang menyaksikan, bahwa tadi malam, Icha ke Kyana’s Shop?” tanya Bu Siska tegas. Icha hanya diam kaku.
Tak ada yang menjawab kecuali Laila. Dia mengangkat tangan. “Saya, Buuu!!!” teriak Laila. Icha menggeram. Huh! Dasar Laila, si Tungkang Melapor! Icha menggerutu dalam hati.
“Ceritakanlah, bagaimana kejadiannya!” kata Bu Siska.
“Baik, Bu,” kata Laila. “Sa … saya waktu itu membeli spidol, kertas krep, kertas origami, lem kertas, dan lem perekat untuk apa saja. Saya melihat, baju warna kuning dengan gambar Barbie. Itu, baju pemberian saya kepada Icha. Lalu, tanpa disadari, saya melihat Icha memegang dua maket. Satunya yang itu dan satunya rumah-rumahan indah. Saya sudah tahu, sebenarnya, itu Icha. Tapi, saya berpura-pura tidak tahu. Saya langsung membayar barang-barangnya dan hendak keluar. Saya bersembunyi dibalik toko. Dan ternyata benar, Icha yas-yes sendiri. Sambil mengatakan, “Hah! Untung, otakku berputar cepat! Pasti, Bu Siska akan kagum melihat prakaryaku dengan maket yang aku beli ini!”. Sesudah itu, Icha pulang dan saya pun juga pulang,” cerita Laila.
“Baiklah! Ceritamu akan dipercayai Ibu! Ternyata, Icha sudah berbohong murid-murid. Sebagai hukumannya, mau apa?” tanya Bu Siska.
“Suruh bikin apa saja, pokoknya, jumlahnya tiga, Buu!!!” teriak Ayu.
“Okelah! Icha, silakan pulang dan bawa tas kamu! SEKARANG!” suruh Bu Siska. Bu Siska juga melempar maket milik Icha. “Dan ini, Ibu tidak akan menerima lagi maket sampah ini!” kata Bu Siska.
Icha mengambil tasnya dan mengambil maket yang terjatuh dilantai. Icha berlari keluar. Icha menangis. “Hikshikshiks! Bu Siska jahat! BU SISKA JAHAAAT! Hikshikshiks …” Icha menangis.
***
“F
athiyannisa Adisa Astanti! Kenapa masih ada label harga di maketmu ini???” tanya Kak Avrila, guru ditempat les.

“Bu … bukan apa-apa, Kak! I … tu hanya menempel sendiri! Saya yang menempelkannya!” kata Icha.
“Icha bohong, Kak! Icha membelinya di Kyana’s Shop!” kata Laila. Dia menunjukan foto Icha yang ada di HP Laila. Kak Avrila terkaget.
“Fathiyannisa Adisa Astanti! Sekarang, KELUAR dari gedung les, dan pulang kerumah! Kakak tidak mau, kamu ada disini lagi sekarang,” kata Kak Avrila.
Icha melangkah gontai menuju keluar. Dia menangis enggak keruan. “HIKSHIKSHIKS! HUAAA!!!” tangis Icha. Kelody, salah seorang temannya, merasa kasihan.
***
I
cha duduk termenung dimeja belajar. Mamanya, keluar dari kamarnya dan kekamar Icha.

“Icha ada masalah?!” tanya mama. Icha menggeleng. “Tidak, Ma,” Icha tersenyum meskipun dalam kesedihan. Sediiih sekali rasanya dibentak-bentak.
“Ya sudah! Mama tinggal dulu, ya,” kata mama.
“Silakan, Ma!”
Mama keluar dari kamar Icha.
***
T
OK! TOK! TOK! Suara pintu diketuk. Icha baru bangun dari tidur malamnya. “Hoaaam … siapa, sih?” tanya Icha.

“Hoaam! Ada apa, kalian?” tanya Icha.
“I … ini!” Laila dan Kelody memberikan maket. Mata Icha terbelalak. Dia terharu. “Makasih, Teman!” Satu maket untuk sekolah dan satunya lagi untuk les.
Saat disekolah dan ditempat les, Icha mengumpulkan maket itu. Icha ternyata dapat nilai tertinggi! Senangnya Icha!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar